Belut dalam Drum Bekas: Teknik Budidaya di Lahan Sempit

Belut dalam Drum Bekas: Teknik Budidaya di Lahan Sempit – Budidaya belut sering dianggap membutuhkan lahan luas dan genangan air berlumpur yang tidak sedikit. Namun, dengan semakin terbatasnya ruang di kawasan perkotaan, muncul inovasi menarik: budidaya belut dalam drum bekas. Teknik ini menjadi solusi cerdas bagi masyarakat yang ingin memulai usaha perikanan skala kecil tanpa memerlukan lahan besar.

Metode ini tidak hanya efisien, tetapi juga ramah lingkungan karena memanfaatkan barang bekas seperti drum plastik atau besi. Dengan sistem sederhana, air yang bisa dikontrol, serta perawatan yang relatif mudah, teknik budidaya ini cocok bagi pemula yang ingin mencoba peluang agribisnis menjanjikan.

Belut (Monopterus albus) dikenal sebagai komoditas bernilai ekonomi tinggi. Dagingnya digemari karena teksturnya yang lembut dan rasa gurih yang khas. Di beberapa daerah Asia, terutama Indonesia dan Jepang, belut bahkan dianggap makanan bergizi tinggi dan memiliki nilai gizi yang penting bagi stamina tubuh. Karena permintaan pasar yang terus meningkat, budidaya belut menjadi peluang usaha yang menarik, terutama bila dikembangkan secara efisien seperti metode drum ini.

Budidaya belut dalam drum tidak hanya hemat tempat, tetapi juga memudahkan pengendalian lingkungan, kualitas air, dan pakan. Selain itu, penggunaan drum bekas juga membantu mengurangi limbah plastik yang menumpuk — menjadikannya pilihan ramah lingkungan yang selaras dengan prinsip pertanian berkelanjutan.


Persiapan dan Langkah-Langkah Budidaya Belut dalam Drum

Untuk mencapai hasil optimal, budidaya belut dalam drum membutuhkan beberapa tahapan penting, mulai dari persiapan media hingga perawatan harian. Berikut langkah-langkah yang bisa dijadikan panduan:

1. Pemilihan dan Persiapan Drum

Langkah pertama adalah memilih drum bekas berkapasitas 200 liter. Drum plastik lebih direkomendasikan karena tidak mudah berkarat dan lebih aman untuk kehidupan belut. Pastikan drum dalam keadaan bersih, bebas dari sisa bahan kimia atau minyak.

Potong bagian atas drum untuk memudahkan proses pemeliharaan dan pemberian pakan. Selanjutnya, buat lubang kecil di bagian samping bawah drum untuk sistem pembuangan air. Lubang ini bisa ditutup dengan pipa atau keran, sehingga air kotor bisa diganti tanpa harus mengeluarkan semua isi drum.

2. Menyiapkan Media Hidup

Media tempat hidup belut harus menyerupai habitat aslinya — lembab, berlumpur, dan kaya bahan organik. Susunan media dasar dalam drum biasanya terdiri dari:

  • Lapisan jerami padi setebal ±10 cm sebagai tempat persembunyian belut.
  • Lapisan lumpur sawah atau tanah liat halus setebal 20–30 cm.
  • Pupuk kandang matang atau kompos sebanyak 5–10% dari volume lumpur untuk menambah nutrisi.
  • Setelah semua bahan dimasukkan, tambahkan air bersih hingga ketinggian sekitar 20–25 cm.
    Diamkan media ini selama 5–7 hari agar mikroorganisme berkembang, menciptakan kondisi alami yang cocok bagi belut.

3. Pemilihan Bibit Belut

Gunakan bibit belut yang sehat, lincah, dan berukuran seragam — biasanya sepanjang 10–15 cm. Hindari bibit yang lesu, terluka, atau berbau busuk.
Kepadatan ideal untuk satu drum adalah 50–75 ekor bibit tergantung ukurannya. Bibit sebaiknya dimasukkan ke dalam drum pada sore hari untuk menghindari stres akibat suhu panas.

4. Pemberian Pakan

Pakan merupakan faktor penentu keberhasilan budidaya. Belut adalah hewan karnivora yang menyukai makanan hidup seperti cacing tanah, ikan kecil, keong, atau bekicot cincang. Namun, untuk efisiensi, peternak juga dapat memberikan pakan alternatif seperti pelet tinggi protein (minimal 30%).

Pemberian pakan dilakukan dua kali sehari — pagi dan sore. Belut tidak menyukai pakan yang tenggelam terlalu dalam, jadi sebaiknya pakan diberikan di permukaan lumpur. Selain itu, jangan memberi pakan berlebihan karena dapat menurunkan kualitas air dan memicu bau tidak sedap.

5. Perawatan dan Penggantian Air

Air dalam drum harus dijaga agar tetap bersih dan tidak berbau. Penggantian air dilakukan setiap 5–7 hari sekali, dengan mengganti sekitar 30–50% dari total volume air.
Gunakan air bersih tanpa klorin (bisa memakai air sumur atau air hujan). Jangan mengganti seluruh air sekaligus karena dapat mengganggu kestabilan ekosistem di dalam drum.

Selain itu, perhatikan suhu air — idealnya antara 25–30°C. Suhu yang terlalu tinggi atau rendah dapat menyebabkan belut stres dan menurunkan nafsu makan.

6. Pengendalian Hama dan Penyakit

Budidaya dalam drum memiliki keuntungan karena risiko hama lebih rendah dibanding kolam terbuka. Namun, tetap perlu diwaspadai serangan lintah, jamur, atau bakteri yang bisa menimbulkan luka pada belut.
Gunakan daun pepaya atau daun ketapang kering untuk menjaga kualitas air dan mencegah penyakit secara alami. Hindari penggunaan bahan kimia atau antibiotik tanpa panduan ahli karena dapat membahayakan ekosistem.

7. Panen dan Pasca Panen

Belut biasanya siap panen setelah 3–4 bulan pemeliharaan, tergantung pada ukuran bibit awal dan kualitas pakan.
Tanda-tanda belut siap panen antara lain ukuran tubuh seragam (20–30 cm) dan gerakannya lebih lambat. Panen dilakukan dengan hati-hati, menggunakan serok halus agar belut tidak terluka.

Setelah dipanen, belut sebaiknya dipuasakan selama 12–24 jam untuk mengosongkan isi perut sebelum dijual atau diolah. Proses ini penting agar belut lebih tahan lama dan tidak cepat membusuk saat disimpan.


Keunggulan, Tantangan, dan Peluang Usaha

Budidaya belut dalam drum memiliki sejumlah keunggulan dibanding metode konvensional:

  1. Hemat Lahan – Cukup dengan satu drum, siapa pun bisa memulai budidaya bahkan di halaman rumah.
  2. Modal Terjangkau – Hanya memerlukan drum bekas, lumpur, dan bibit belut, tanpa perlu lahan sawah.
  3. Mudah Dipelihara – Sistem tertutup membuat perawatan air dan pakan lebih mudah dikontrol.
  4. Ramah Lingkungan – Menggunakan barang bekas dan meminimalisasi limbah organik.

Namun, ada pula tantangan yang harus dihadapi. Salah satunya adalah pengendalian suhu air dan oksigen, karena ruang drum relatif kecil. Peternak juga perlu memastikan kualitas lumpur tetap baik agar tidak mengeluarkan gas amonia yang berbahaya bagi belut.

Di sisi lain, peluang usaha budidaya belut tetap menjanjikan. Harga belut konsumsi di pasaran berkisar antara Rp40.000–Rp70.000 per kilogram, tergantung kualitas dan daerah. Jika dikelola dengan baik, satu drum bisa menghasilkan hingga 5 kilogram belut panen setiap beberapa bulan. Dengan memperbanyak jumlah drum, potensi keuntungan pun meningkat.

Budidaya belut juga membuka peluang untuk diversifikasi produk, seperti belut asap, abon belut, atau keripik belut, yang memiliki nilai jual lebih tinggi di pasar kuliner.


Kesimpulan

Budidaya belut dalam drum bekas adalah inovasi sederhana namun efektif untuk menjawab tantangan keterbatasan lahan di era modern. Teknik ini menawarkan kombinasi antara efisiensi ruang, kemudahan perawatan, dan potensi ekonomi yang nyata.

Dengan persiapan media yang tepat, pemberian pakan teratur, serta pengelolaan air yang baik, siapa pun dapat memulai usaha ini bahkan dari pekarangan sempit di rumah. Selain menghasilkan keuntungan, metode ini juga berkontribusi pada pengelolaan limbah dan praktik budidaya berkelanjutan.

Inilah bukti bahwa dengan kreativitas dan inovasi, kegiatan pertanian dan perikanan tidak selalu membutuhkan lahan luas. Dari drum bekas yang mungkin dianggap sampah, lahirlah sebuah sistem produksi kecil yang berdaya besar — menciptakan peluang baru bagi masyarakat dan menginspirasi langkah menuju pertanian urban yang cerdas.

Scroll to Top